Kamis, 04 April 2013

Drama Lancang Kuning

Lancang Kuning
Disadur oleh Purwanti dari Cerita Rakyat “Banjir Air Mata Si Lancang,” Karya B. M. Syamsuddin.

Pemain:
Lancang Kuning
Ibu Lancang Kuning
7 Orang Istri Lancang Kuning
Kelasi 1
Kelasi 2
Narator
Babak 1
Narator : Alkisah tersebutlah sebuah cerita, di daerah Kampar pada zaman dahulu,
hiduplah pemuda bernama Lancang dengan ibunya. Mereka hidup
dengan sangat miskin. Mereka berdua bekerja sebagai buruh tani.
(Di Rumah Gubuk Reot, Lancang Kuning Dan Ibunya Duduk Di Serambi)
Lancang Kuning : Ibu, hidup kita setiap hari begini, panen kita tidak cukup untuk
makan, padahal saya juga sudah bekerja keras.
Ibu : Sabar ya, Lancang ….
Lancang Kuning : Tapi sampai kapan, Ibu? Saya melihat orang-orang di pelabuhan
itu, Bu. Mereka perantau yang sukses. Pakaian mereka bagus dan
mau makan apa saja kesampaian.
Ibu : Kamu jangan begitu, pantang bagi kita untuk iri dengan rezeki
orang lain, dosa Lancang ….
Lancang Kuning : Tapi kita sebagai manusia, bukankah harus selalu ikhtiar, Ibu?
Ibu : Iya, kamu benar, kita sudah bekerja setiap hari dengan pergi petang
pulang senja.
Lancang Kuning : Tetapi cara yang demikian belum membuahkan hasil, Ibu.
Bagaimana kalau saya ikut merantau saja, Ibu? Demi hidup kita
yang lebih baik. Bagaimana Ibu?
Ibu : (Berpikir dengan wajah bimbang) Hmm….
Lancang Kuning : Boleh ya, Ibu? Saya tidak akan lama, kalau sudah berhasil saya
akan pulang mengunjungi Ibu.
Ibu : Baiklah kalau niatmu sudah bulat. Tetapi Ibu berpesan padamu
tolong dengarkan dan camkan baik-baik. Ibu berpesan agar di
rantau orang kelak Lancang selalu menjaga salat yang lima waktu
dan ingat pada ibu serta kampung halamanmu. Ibu juga berpesan
agar kamu jangan menjadi anak yang durhaka.
Lancang Kuning : Baik, Ibu. Saya berjanji akan memegang teguh pesan Ibu. (Memeluk
Ibunya, dan mereka larut dalam suasana haru. Si Lancang menyembah
lututnya untuk minta berkah).
Ibu : Ini bawalah…. (Menyerahkan bungkusan).
Lancang Kuning : Apa ini, Ibu?
Ibu : Itu lumping dodak, kue kegemaranmu, Lancang.
Lancang Kuning : Terima kasih, Ibu. (Melangkah pergi meninggalkan Ibunya yang
menangis tersedu-sedu).
Babak 2
Narator:
Setelah bertahun-tahun merantau, ternyata Si Lancang sangat beruntung. Ia menjadi
saudagar yang kaya raya. Ia memiliki berpuluh-puluh buah kapal dagang. Dikabarkan ia pun
mempunyai tujuh orang istri. Mereka semua berasal dari keluarga saudagar yang kaya.
150 Seni Budaya SMP Kelas VII
(Di Sebuah Kapal Dagang Yang Besar Dan Mewah, Lancang Kuning Dihibur Oleh Anak Buahnya
Yang Memainkan Alat-Alat Musik. Ia Dikelilingi Ketujuh Orang Istri Yang Sibuk Melayaninya
Dengan Jamuan Berbagai Jenis Makanan).
Lancang Kuning : Kelasi! Sampai di mana kita?
Kelasi 1 : Kita hampir di Andalas, Tuan.
Lancang Kuning : Bagaimana dengan perbekalan kita?
Kelasi 2 : Makanan dan minuman masih banyak, Tuan.
Lancang Kuning : Apakah semua kain sutra dan aneka hiasan emas serta perak sudah
dipersiapkan?
Kelasi 1 dan 2 : Sudah, Tuan.
Lancang Kuning : Bagus, nanti setelah sampai di Kampar aku ingin alat-alat musik
itu juga dibunyikan riuh rendah. Agar orang-orang tahu si Lancang
yang datang.
(Sesampainya Di Kampar, Suasana Riuh Oleh Orang-Orang Yang Berebut Ingin Melihat Dan
Terkesima Dengan Kemewahan Kapal Si Lancang).
Ibu : (Ikut berdesak-desakkan dengan orang-orang) Oh, aku dengar putraku,
si Lancang datang. Betapa senangnya hatiku, anakku tercinta aku
sudah menjadi orang kaya. Aku harus menemuinya…..seperti apa dia
sekarang…..(Bergegas naik ke ke geladak kapal mewahnya si Lancang).
Kelasi 1 : Hei, pengemis, pergi! Kamu tidak boleh naik ke sini!
Ibu : Aku ini ibu si Lancang.
Kelasi 2 : Ha..ha..ha…tidak mungkin Tuan Lancang memiliki ibu jelek
sepertimu.
Kelasi 1 : (Mencibir) Dasar pengemis tua, kau lihat dirimu. Kau hanya
mengenakan kain selendang tua, sarung usang dan kebaya penuh
tambalan! Apa pantas mengaku sebagai ibunda orang terhormat
seperti Tuan Lancang?
Ibu : (Tidak menanggapi kedua kelasi yang terus menghinanya) Aku
ingin bertemu dengan anakku semata wayang, Lancang……
Lancaaaaaang… (Berusaha masuk ke dalam, tetapi tubuhnya ditahan
oleh kedua kelasi yang bertubuh besar).
Kelasi 1 dan 2 : Pergi…pergii! ( Dengan kasar terus mendorong tubuh ibu Lancang yang
sudah lemah, tetapi ibu Lancang terus berteriak-teriak memanggil anaknya).
Mendengar Kegaduhan Di Atas Geladak, Si Lancang Dengan Diiringi Oleh Ketujuh Istrinya
Mendatangi Tempat Itu.
Lancang Kuning : (Terkejut melihat sosok orang tua yang diusir kedua anak buahnya).
Ibu : Engkau Lancang ... anakku! Oh ... betapa rindunya hati Ibu
padamu… (Beranjak ingin memeluk Lancang).
Lancang Kuning : (Menepis tangan ibu tua yang mencoba meraihnya) Mana mungkin
aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu. Kelasi! usir
perempuan gila ini! (Bergegas pergi diikuti ke tujuh istrinya).
Narator : Ibu yang malang ini akhirnya pulang dengan perasaan hancur.
Sesampainya di rumah, lalu ia mengambil pusaka miliknya. Pusaka
itu berupa lesung penumbuk padi dan sebuah nyiru.
Ibu : (Sambil berdoa, lesung itu diputar-putarnya dan ia mengkibas-kibaskan
nyiru pusakanya) Ya Tuhanku ... hukumlah si Anak durhaka itu….
Dalam Sekejap, Turunlah Badai Topan. Badai Tersebut Berhembus Sangat Dahsyatnya Sehingga
Dalam Sekejap Menghancurkan Kapal-Kapal Dagang Milik Si Lancang. Bukan Hanya Kapal Itu
Hancur Berkeping-Keping, Harta Benda Miliknya Juga Terbang Ke Mana-Mana.
Bab 10 Apresiasi dan Ekspresi Diri Melalui Karya Seni Teater Daerah Setempat 151
Narator : Kain sutranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat Kain
yang terletak di Kampar Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan
dan menjadi Sungai Oguong. Tembikarnya melayang menjadi
Pasubilah. Sedangkan tiang bendera kapal Si Lancang terlempas
sampai di sebuah danau yang diberi nama Danau Si Lancang.
Layar Turun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar